Kamis, 19 November 2015

Tahap - Tahap Pekerjaan Onshore Gas Pipeline


Pekerjaan Onshore Gas Pipeline sudah tidak asing lagi bagi para Engineer di bidang Oil & Gas. Pekerjaan Pipeline sebenarnya bukanlah pekerjaan yang kompleks seperti Powerplant, namun yang sering menjadi masalah adalah dampak yang timbul akibat pekerjaan pipeline terhadap lingkungan sekitar ataupun bangunan existing di sekitarnya.
Urutan pekerjaan pipeline kurang lebih adalah sebagai berikut: 

1. Pipe Inspection / Inspeksi Pipa
Karena pada pekerjaan pipeline semua pipa adalah underground (ditimbun di dalam tanah), maka semua data record mengenai pipa harus lengkap dan mudah ditracking. Untuk itu perlu dilakukan inspeksi terhadap pipa itu sendiri sebelum dilakukan penanaman. Biasanya beberapa identitass dibubuhkan pada masing-masing batang pipa misalnya pipe number, heat number, dan sebagainya. Semua identitas tersebut harus direcord dengan baik supaya mudah ditracking jika ada ada perbaikan atau maintenance. 

2. Clearing, Grading, & Pre Construction Survey
Phase paling awal dari pekerjaan konstruksi gas pipeline adalah cleearing & grading. Metode clearing & grading ini tergantung dengan kondisi existing dari lokasi yang akan dikerjakan. Pekerjaan di lahan kosong jauh lebih mudah daripada pekerjaan di area perkotaan dimana sudah banyak bangunan existing yang harus didemolish sebelum lahan dapat diratakan. Maksud dari clearing adalah membersihkan lahan yang menjadi jalur pipa dari semua obtstacle yang menghalangi proses konstruksi & instalasi pipa, baik berupa pohon, pagar, saluran, dll. Sedangkan grading adalah meratakan lahan yang sudah diclearing sehingga dapat dilakukan pengukuran (survey) untuk menentukan titik as jalur pipa sesuai dengan desain alignment sheet. Setelah semua lahan diratakan,, tim survey akan meletakkan patok setiap jarak tertentu untuk memberikan tanda lokasi jalur pipa. 3. Pipe Transporting / Pengiriman Pipa
Setelah lahan disiapkan pipa dapat dikirim dan diletakkan di lokasi. Pipa harus diletakkan beberapa meter dari as jalur pipa untuk keperluan galian pipa nantinya. Dalam proses pengiriman pipa harus diperhitungkan safety factor muatan yang mampu diangkut trailer. Selain itu biasanya armada yang diperbolehkan untuk dipergunakan untuk pekerjaan Migas harus sudah diinspeksi oleh pihak ketiga yang bersertifikat Migas. 

4. Hauling & Stringing
Pipa yang sampai dilokasi tidak boleh diletakkan disembarang tempat, Pipa harus diletakkan paralel dengan as jalur pipa yang telah diberi patok oleh tim survey. Pipa tidak boleh diletakkan langsung di atas tanah, namun harus diberi bantalan kayu atau sandbag hal ini supaya pada saat pemindahan pipa coating tidak lecet/rusak. Pada saat sudah di stringing QC inspector akan memberikan code pada setiap pipa, dikenal dengan istilah pipe tagging. Dari semua code itu nantinya QC akan mengumpulkan semua catatan/data riwayat pipa tersebut dari mulai welding, inspection & testing, sampai dengan di backfilling. Proses stringing sangat tergantung dengan kondisi lokasi, apabila lokasi cukup luas dan memungkinkan pipa di stringing panjang misal bahu jalan tol, maka metode ini dapat dilakukan. Namun jika lokasi terbatas mau tidak mau kita hanya dapat melakukan stringing segmen per segmen misal setiap 3 joint (4 batang pipa). 

5. Welding
Proses setelah pipa di stringing adalah welding. Proses welding pipa harus diassist/dibantu oleh minimal 1 alat berat. Dapat digunakan alat Excavator (yang sudah diinspeksi oleh Migas) untuk menahan/menggantung pipa supaya sejajar dengan pipa yang akan disambung. Pada saat pipa sudah sejajar dan sudah menempel, maka dipasang clamp untuk menahan supaya kedua pipa tersebut saling terkunci satu sama lain, barulah dilakukan tack weld. Setelah di tack weld dan diyakinkan ikatan antar pipa cukup kencang clamp dapat dilepas, dan dilanjutkan untuk welding. Untuk pipa gas ada 3 tahapan welding, yaitu root & hotpass, filler, dan cap. Biasanya pipa dengan diameter diatas 10" biasanya dikerjakan oleh 2 welder sekaligus untuk mempercepat proses pekerjaan. Inspeksi secara visual oleh QC akan dilakukan setelah pekerjaan welding selesai 3 tahap sampai dengan end cap. Jika ada hasil yang tidak sesuai dengan WPS secara visual harus dilakukan repair. 

6. NDT Test 
NDT test dilakukan untuk mendeteksi cacat pada saat pengelasan yang tidak tampak secara visual. NDT dapat dilakukan dengan cara menembakan sinar X ataupun sinar Gamma. Dari hasil pembacaan film NDT akan diketahui koordinat kuadaran dari cacat pada hasil pengelasan. Jika cacat tersebut sudah direpair harus di NDT ulang, jika sudah lolos baru boleh dilanjutkan. Jika sampai 3 kali welder yang bersangkutan tidak mampu memenuhi kualifikasi lolos, maka harus diserahkan kepada welder spesialis dengan tingkat repair yang paling mendekati 0%. 

7. Field Joint Coating
Setelah semua proses inspesksi pengelasan selesai dilaksanakan tahap berikutnya adalah Field Joint Coating. Dewasa ini pada pekerjaan Onshore Gas Pipeline di Indonesia umunya menggunakan Heat Shrink Sleeve (HSS) Coating. Untuk dapat mengaplikasi kan coating pada permukaan pipa, harus dilakukan sandblasting terlebih dahulu, tujuannya adalah supaya diperoleh angka kekasaran tertentu pada pipa sehingga coating dapat melekat secara optimal. Aplikasi HSS adalah joint pipa yang sudah di sandblast dilapisi dengan Epoxy sebagai lem perekat. Setelah epoxy sudah merata joint pipa dibungkus dengan wrapping HSS bisa menggunakan 3LPE, 3LPP, dan sejenisnya. Kemudian joint pipa yang sudah terbungkus wrapping dipanasi dan ditekan menggunakan alat semacam roll sehingga wrapping dapat melekat dengan pipa. Proses ini dapat memakan waktu 15-30 menit untuk satu joint pipa. joint yang sudah diCoating sebaiknya didiamkan kurang lebih 6-12 jam sampai dengan dingin baru boleh di geser-geser. Karena pada coating yang masih panas mudah terjadi lecet/gores. Untuk melakukan pengecekan pada coating biasanya dilakukan peel test. 

8. Peel Test 
Peel test merupakan test yang dilakukan untuk mengetahui kerekatan dua buah material yang direkatkan menggunakan lem/perekat terutama pada logam. 

9. Trenching
Penggalian adalah salah satu tahap tersulit pada pekerjaan pipa, terutama di lokasi pemukiman/perkantoran padat. Pada saat penggalian dengan alat harus dipastikan dulu apa saja utilitas yang berada di bawah. Untuk itu diperlukan test pit. Meskipun semua utilitas sudah diketahui pada saat test pit namun dalam penggalian harus tetap berhati-hati. Galian diusahakan membentuk slope yang landai sehingga tidak terjadi longsor pada galian, namun pada lokasi yang sempit galian dapat dibuat tegak namun dinding galian harus diberi perkuatan. Dalam standar penanaman pipa, kedalaman galian untuk pipa gas yang disyaratkan umumnya adalah minimum 1,5 meter. Pada lokasi-lokasi tertentu akan ditemui bangunan existing (misal jalan, saluran, pagar) yang berdiri di atas pipeline route. Jika sudah tidak dimungkinkan re-route maka satu-satunya jalan adalah metode open cut yaitu yita singkirkan bangunan existing namun kemudian kita reinstatement (perbaiki lagi). Seringkali pada pekerjaan pipa ditemui crossing dengan jalan raya. Jika masih memungkinkan kita lakukan open cut untuk kemudian kita reinstatement, namun jika lalu lintas sama sekali tidak dapat diganggu harus dilakukan boring/HDD. Pembahasan mengenai boring dan HDD akan dibahas lain waktu. 

10. Lowering & As Built Survey
Setelah trenching atau penggalian selesai dilaksanakan tahap berikutnya ialah Lowering atau menurunkan pipa. Untuk Lowering di lokasi yang terbuka dapat digunakan excavator. Untuk mempercepat konstruksi biasanya pipa dijoint/disambung sampai panjang tertentu kemudian diturunkan dengan 4-5 excavator secara bersamaan. Tentu metode ini harus berdasarkan hasil analisis stress pada pipa dan kekuatan angkat excavator. Pada saat di angkat dan diturunkan pipa tidak boleh stress (pipa bisa stress juga) atau tegangannya melebihi tegangan izin. Disamping dengan excavator dapat juga digunakan gawangan atau lifting gate yang dirangkai dengan chainblock/chainhoist. Tentu saja kapasitas chainblock yang digunakan harus menyesuaikan berat pipa yang diturunkan, dan jarak antar gawangan harus berdasarkan analisis stress pada pipa.
Selain kedua metode normal lowering tersebut, dapat juga digunakan metode pushpull pada lokasi galian yang sempit dan rawan longsor. Metode pushpull adalah metode dimana pipa akan didorong dan disliding menuju ke lokasi galian yang sudah digenangi air, sehingga pipa akan terapung sampai dengan panjang tertentu kemudian diturunkan dengan mendrainage air. Pada beberapa pipa harus dibantu dengan memberikan pelampung misal drum kosong di ujung pipa supaya memberikan gaya angkat supaya terapung. Alat yang dibutuhkan pada metode ini adalah excavator dan roller sebagai bantalan pipa pada saat disliding. Tentunya pada saat sliding harus hati-hati karena jika proses sliding ini tidak mulus bisa memberikan scratch (luka) pada coating pipa. Setelah semua pipa diturunkan pada posisinya, tim survey akan melakukan marking pada as pipa sehingga diketahui koordinatnya sebagai data as built. Gunanya jika dikemudian hari ada repair atau ada pemasangan pipa lain di sampingnya koordinat pipa existing dapat diketahui secara akurat. 

11. Backfilling & Tie In
Setelah semua pipa diturunkan dan survey sudah mendapatkan koordinat as pipa, maka segera dilakukan backfilling/penimbunan. Material timbunan bisa digunakan tanah asli atau tanah dari luar tergantung ketersediaan dan permintaan owner. Jika lokasi yang ditimbun adalah jalan, harus dilakukan pemadatan untuk menghindari terjadinya kerusakan pada struktur perkerasan nantinya apabila dilintasi beban berat. Pada prosesnya tidak mungkin semua rangkaian pipa diturunkan bersamaan, harus segmen per segmen sehingga akan ada joint yang belum tersambung ketika sudah di lowering. Maka joint tersebut harus disambung atau istilahhnya "tie in". Pada saat proses tie in dinding galian harus diberi perkuatan (temporary slope protection). Perlakuan tie in sama dengan joint biasa, harus dilakukan inspeksi dan coating. 

12. Reinstatement Semua bangunan existing ataupun galian tanah yang berubah pada saat konstruksi pipeline harus dikembalikan lagi sama seperti kondisi semula. Baik itu berupa jalan, saluran, atau pagar yang dibongkar semua harus dikembalikan seperti sedia kala. Semua spesifikasi harus sesuai dengan yang disyaratkan oleh pemilik fasilitas. Mengingat biaya reinstatement ini cukup besar, biasanya pada saat pemilihan jalur pipa, dipilih lokasi yang seminimal mungkin ada potensi reinstatement.

Sabtu, 19 September 2015

Studi Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kinerja Suatu Proyek



A.     Produktivitas
Produktivitas merupakan nisbah atau rasio antara hasil kegiatan (output, keluaran) dan segala pengorbanan (biaya) untuk mewujudkan hasil tersebut (input, masukan) (Kusriyanto, 1984, p.1). Input bisa mencakup biaya produksi (production cost) dan biaya peralatan (equipment cost). Sedangkan output bisa terdiri dari penjualan (sales), earnings (pendapatan), market share, dan kerusakan (defects) (Gomes,1995, p.157).

Banyak hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa produktivitas sangat dipengaruhi oleh faktor: knowledge, skills, abilities, attitudes, dan behaviours dari para pekerja yang ada di dalam organisasi sehingga banyak program perbaikan produktivitas meletakkan hal-hal tersebut sebagai asumsi-asumsi dasarnya (Gomes, 1995).

Pengertian lain dari produktivitas adalah suatu konsep universal yang menciptakan lebih banyak barang dan jasa bagi kehidupan manusia, dengan menggunakan sumber daya yang serba terbatas (Tarwaka, Bakri, dan Sudiajeng, 2004).

Menurut Manuaba (1992) peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan menekan sekecil-kecilnya segala macam biaya termasuk dalam memanfaatkan sumber daya manusia (do the right thing) dan meningkatkan keluaran sebesar-besarnya (do the thing right). Dengan kata lain bahwa produktivitas merupakan pencerminan dari tingkat efisiensi dan efektivitas kerja secara total (Tarwaka, Bakri, dan Sudiajeng, 2004, p.138).

Menurut Sinungan, (2003, p.12), secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang-barang atau jasa) dengan masuknya yang sebenarnya. Produktivitas juga diartikan sebagai tingkatan efisiensi dalam memproduksi barang-barang atau jasa-jasa. Produktivitas juga diartikan sebagai:
a.       Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil
b.      Perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satuan-satuan (unit) umum.

Ukuran produktivitas yang paling terkenal berkaitan dengan tenaga kerja yang dapat dihitung dengan membagi pengeluaran oleh jumlah yang digunakan atau jam-jam kerja orang.

B.     Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja
Pengukuran produktivitas tenaga kerja menurut system pemasukan fisik perorangan/perorang atau per jam kerja orang diterima secara luas, namun dari sudut pandangan/ pengawasan harian, pengukuran-pengukuran tersebut pada umumnya tidak memuaskan, dikarenakan adanya variasi dalam jumlah yang diperlukan untuk memproduksi satu unit produk yang berbeda. Oleh karena itu, digunakan metode pengukuran waktu tenaga kerja (jam, hari atau tahun). Pengeluaran diubah ke dalam unit-unit pekerja yang biasanya diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja yang terpercaya yang bekerja menurut pelaksanaan standar.
Karena hasil maupun masukan dapat dinyatakan dalam waktu, produktivitas tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai suatu indeks yang sangat sederhana = Hasil dalam jam-jam yang standar : Masukan dalam jam-jam waktu.
Untuk mengukur suatu produktivitas perusahaan dapatlah digunakan dua jenis ukuran jam kerja manusia, yakni jam-jam kerja yang harus dibayar dan jam-jam kerja yang dipergunakan untuk bekerja. Jam kerja yang harus dibayar meliputi semua jam-jam kerja yang harus dibayar, ditambah jam-jam yang tidak digunakan untuk bekerja namun harus dibayar, liburan, cuti, libur karena sakit, tugas luar dan sisa lainnya. Jadi bagi keperluan pengukuran umum produktivitas tenaga kerja kita memiliki unit-unit yang diperlukan, yakni: kuantitas hasil dan kuantitas penggunaan masukan tenaga kerja (Sinungan, 2003, p.24-25).

Menurut Wignjosoebroto, (2000, p.25), produktivitas secara umum akan dapat diformulasikan sebagai berikut:

P = O/I (measurable)+ I (invisible).

Keterangan :
P    : Produktivitas
O   : Output
I     : Input

Invisible input meliputi tingkat pengetahuan, kemampuan teknis, metodologi kerja dan pengaturan organisasi, dan motivasi kerja.
Untuk mengukur produktivitas kerja dari tenaga kerja manusia, operator mesin, misalnya, maka formulasi berikut bisa dipakai untuk maksud ini, yaitu:
Produktivitas = total keluaran yang dihasilkan Tenaga Kerja jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Di sini produktivitas dari tenaga kerja ditunjukkan sebagai rasio dari jumlah keluaran yang dihasilkan per total tenaga kerja yang jam manusia (man-hours), yaitu jam kerja yang dipakai untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Tenaga kerja yang dipekerjakan dapat terdiri dari tenaga kerja langsung ataupun tidak langsung, akan tetapi biasanya meliputi keduanya.

C.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kinerja di Proyek
Faktor-faktor yang utama yang mempengaruhi produktivitas kinerja proyek dalam kasus ini dijabarkan menjadi dua yaitu faktor SDM dan faktor eksternal. Masing-masing memiliki penjabaran lebih lanjut tentang bentuk pengaruh yang ditimbulkan terhadap proyek.
 
1.      SDM
a.       Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan dari masing-masing personil proyek jelas sangat berpengaruh terhadap produktivitas pekerjaan. Seorang tenaga skill dan tenaga kasar tentu memiliki produktivitas yang berbeda. Tenaga dikatakan memiliki skill atau keahlian jika memang pernah mendapatkan pendidikan atau pelatihan suatu kompetensi tertentu yang menunjang pekerjaannya. Disamping itu memberi pengarahan tenaga yang berpendidikan jauh lebih mudah daripada tenaga yang kurang berpendidikan. Memberikan arahan kepada tenaga yang kurang berpendidikan dapat mengakibatkan kesalahpahaman yang dapat berakibat re-work. Re-work menjadi salah satu pekerjaan yang seharusnya tidak perlu terjadi namun terpaksa harus dilakukan karena ketidak sesuaian hasil pekerjaan dengan gambar rencana ataupun persyaratan teknis. Selain membuang waktu re-work juga membutuhkan tenaga dan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu diperlukan perwakilan tenaga skill yang mampu menangkap informasi dengan lengkap dan benar, sehingga tidak perlu dilakukan re-work.

b.      Tingkat Keahlian dan pengalaman
Tingkat keahlian dan pengalaman tentu sangat berpengaruh terhadap kecepatan produksi proyek. Seseorang dengan jam terbang tinggi pada proyek yang sama akan cepat mengambil keputusan sehingga progress tidak terhambat. Keahlian dari tenaga juga sangat berpengaruh pada produktivitas, untuk itu kita harus jeli menempatkan orang (right man right place). Seringkali terjadi, ketika kita menempatkan orang yang salah pada pekerjaan yang kritis, maka akan berdampak pada hasil kerja yang buruk sehingga mengakibatkan harus dilakukan re-work.

c.       Kemampuan dan etos kerja
Etos kerja merupakan salah satu behavior  dari pekerja yang sangat berpengaruh pada produktivitas. Pekerja yang memiliki etos kerja yang tinggi adalah modal yang penting untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Namun demikian semangat dan motivasi pekerja sangat fluktuatif, tergantung bagaimana lingkungannya. Jika lingkungan kerja tidak mendukung pekerja yang awalnya semangat pun lama kelamaan akan surut juga etos kerjanya.

d.      Kedisplinan Kerja
Menerapkan pola kerja disiplin sangatlah sulit namun bukan berarti tidak mungkin dilaksanakan. Kebanyakan pekerja kasar, apalagi dalam keadaan yang sedang tidak diawasi akan bekerja seenaknya sendiri. Terkadang beberaoa banyak yang nongkrong di warung pada jam kerja, ataupun hanya duduk-duduk di lokasi-lokasi yang tak terlihat. Namun dengan pola kepemimpinan yang tegas dan memberi contoh disiplin yang ketat pada seluruh anggota, maka pola kerja disiplin bukanlah hal yang sulit. Selain itu dengan menerapkan pola reward dan punishment juga akan menambah tingkat kedisiplinan pekerja maupun karyawan.

e.       Kerjasama dan Komunikasi
Kerjasama dan komunikasi merupakan factor terpenting dalam pembentukan tim yang solid. Tanpa adanya kerjasama yang baik dari pihak pelaksana dan tenaga kerja, sehebat apapun kemampuan individual dari masing-masing pihak yang terkait tidak akan terjadi sebuah lingkungan kerja yang kondusif. Untuk mewujudkan kerjasama yang baik, komunikasi yang baik juga harus diciptakan. Salah satu strategi untuk menciptakan komunikasi yang baik adalah dengan melakukan briefing internal, meeting koordinasi dengan mandor dan subkon, meeting koordinasi dengan pihak-pihak terkait lain secara rutin dan teratur. Sehingga setiap ada masalah dapat segera dibahas dan dipecahkan bersama solusinya bersama. Tanpa ada komunikasi yang baik sebuah permasalahan yang sederhana bisa mengakibatkan keterlambatan yang cukup signifikan. Untuk itu peran PIC atau Pimpinan proyek sangatlah besar, disaat ia menemukan masalah ataupun potensi akan muncul masalah, koordinasi dengan semua pihak terkait haruslah segera dilakukan, kemudian keputusan sehubungan permasalahan tersebut juga harus diputuskan dengan cepat dan dengan solusi yang tepat. Dengan demikian flow dari kinerja proyek tidak akan terhambat.

2.      Eksternal
a.       Upah
Upah merupakan kewajiban pemberi kerja yang sudah sangat umum, namun permasalahan upah ini sangat sensitif hubungannya dengan kinerja dari seseorang. Di saat seseorang merasa apa yang dia kerjakan tidak sesuai dengan upah yang ia terima maka lama-kelamaan kinerjanya menjadi lesu dan produktivitas menurun. Namun sebaliknya jika upah yang diterimanya memuaskan, maka kinerja yang dihasilkan pun akan cenderung memuaskan. Tidak hanya itu terlambatnya pemberian upah juga dapat berakibat mogoknya para pekerja sehingga sangat menghambat progress.

b.      Fasilitas dan perhatian
Baik karyawan maupun tenaga kerja semuanya membutuhkan fasilitas hidup yang layak. Bagaimanapun sebagai manusia kebutuhan pokok baik sandang, pangan, dan papan haruslah dipenuhi. Kita tidak dapat menyuruh orang bekerja seenaknya tanpa memberikan fasilitas yang layak kepada mereka. Kurangnya fasilitas dan perhatian tentu berakibat pada lesunya para pekerja. Yang lebih parah lagi jika kesehatan lingkungan tidak diperhatikan, akan muncul berbagai penyakit sehingga mengurangi jumlah tenaga produksi.

c.       Pembagian Lokasi Kerja
Sebagai pelaksana haruslah jeli dalam melakukan pembagian lokasi kerja, seperti yang telah dijelaskan dipoint sebelumnya. Tidak semua tenaga terampil dalam suatu bidang pekerjaan. Untuk dapat melakukan pembagian secara tepat kita harus tahu benar potensi dari masing-masing grup pekerja yang kita miliki. Dengan demikian kita tidak salah menempatkan lokasi kerja dari masing-masing grup.
Dalam pembagian lokasi/grup-grup kerja terkadang muncul kecemburuan yang berakibat produktivitas menurun pula. Kecemburuan dapat disebabkan peralatan yang kurang memadai, waktu kerja yang lebih ketat, tingkat kesulitan pekerjaan yang lebih tinggi. Untuk menghindari munculnya kecemburuan tersebut, pembagian grup haruslah merata sesuai sdm yang ada.

d.      Reward & Punishment
Salah satu pendorong semangat dan motivasi dari karyawan maupun pekerja adalah reward & punishment. Ada tuntutan tinggi yang harus dipenuhi supaya ada reward yang pasti sangat dinantikan oleh setiap personil, dan ada target minimum yang harus dipenuhi supaya tidak terkena punishment.

e.       Pembelajaran dan arahan
Dalam suatu tim tidak semua personil menguasai sepenuhnya seluruh pekerjaan yang dibebankan padanya. Ada yang setengah paham, ada pula yang masih baru sama sekali. Oleh karena itu pembelajaran dan arahan dari seorang leader haruslah tepat sasaran. Ketika masing-masing personil mampu memahami tugasnya dengan baik maka setiap item pekerjaan akan berjalan dengan baik dan dapat cepat diselesaikan. Pola pembelajaran bagi masing-masing karakter orang berbeda-beda, seorang leader harus jeli mengetahui hal tersebut.

f.       Alat bantu pekerjaan (tools and equipment)
Meskipun nilainya kecil namun alat bantu pekerjaan ini sangat membantu mengangkat produktivitas dari masing-masing personil. Misalnya adanya sarana komunikasi jaringan (internet), sarana percetakan (printer), dan sarana kantor yang memadahi akan mendukung setiap aktivitas kantor dan memperlancar aliran pekerjaan. Namun di saat kita kehabisan kertas sekalipun,semua pekerjaan menjadi tertunda, apalagi jika proyek yang kita hadapu berada di lokasi yang sangat sulit dijangkau. Sama halnya dengan tenaga kerja, ketika mereka diberikan alat bantu yang memadahi produksi juga jauh lebih efektif. Contoh sederhana adalah pemotongan kayu bekisitng, perbandingan kecepatan produksi 4 orang pekerja dengan gergaji sama dengan kecepatan produksi 2 orang dengan bantuan alat gergaji tangan elektrik. Biaya untuk memberi upah 2 pekerja tambahan dan waktu keterlambatan yang dihasilkan tidak seberapa disbanding biaya untuk membeli alat gergaji tangan.
 
3.      Leadership & Team Building
Leadership didefinisikan sebagai proses pengaruh social dimana seseorang dapat memperoleh bantuan dan dukungan orang lain dalam pencapaian tujuan bersama. Peran dan kemampuan seorang leader dapat mempengaruhi kinerja tim sehingga mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi keberhasilan dan kesuksesan tim. (Singapore Productivity Association, 2010).

Menurut McKinsey Global Survey yang dirilis tahun 2009, ada 6 skill terpenting yang harus dikuasai seorang leader (Jordan, M., 2010). Skill tersebut adalah:

a.  Challenging Assumptions (Menantang asumsi-berpikir diluar asumsi-asumsi tradisional, menemukan ide-ide baru)
b.      Keberanian mengambil resiko
c.       Menginspirasi anak buahnya
d.      Dapat menjabarkan ekspektasi dengan sangat jelas
e.       Menghargai dan Memberi reward terhadap pencapaian timnya
f.       Pengambilan keputusan partisipatif


Pemimpin yang hebat tahu bahwa ada sebuah celah kecil di psikologi seseorang dimana tujuan akan memiliki efek yang memacu motivasi untuk bekerja lebih giat supaya hasil yang diperoleh meningkat. (Paul Limbrey, 2010)
Sebaliknya menurut Obrowski dalam jurnal Leadership and Productivity yang dirilis oleh Governement of Alberta menyatakan bahwa “seringkali terjadi, produktivitas yang buruk
di lapangan atau dalam sebuah pekerjaan disebabkan karena kurangnya kepemimpinan, sistem dan  proses di tingkat manajemen.” Menurutnya ukuran produktivitas dari pemimpin adalah:
a.       Listeners
b.      Approachable
c.       Tenacious
d.      Forward-thinking
e.       Reflective

Pendapat lainnya dari Andy Mackintosh, president and CEO of FT Services Ltd, ada lima point penting untuk pemimpin dalam meningkatkan produktivitas.
a.       Komunikasi
b.      Delegasi
c.       Kolaborasi
d.      Mendengar
e.       Gigih

Menurut Connors (1997) keterpurukan management leadership dapat mengakibatkan gagalnya program peningkatan produktivitas. Kegagalan ini disebabkan oleh rendahnya motivasi dari anak buah, adanya ego dari kalangan managerial dan ketakutan akan kegagalan, serta paksaan dari management untuk mencapai target administrative tertentu. (Agrawal, Mehra, Siegel,1998)

Untuk keberhasilan program peningkatan produktivitas ada enam point penting yang harus ditekankan, sesuai dengan diagram 3.1. berikut.
Diagram 3.1. Model Konseptual untuk mencapai keberhasilan program peningkatan produktivitas (Johnson, 1992)


D.     Kesimpulan dan Saran
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Produktivitas adalah perbandingan antara sumber daya sebagai input dan hasil produksi atau keluaran sebagai output yang dihasilkan. Adapun untuk memaksimalkan produktivitas yang perlu ditekankan adalah adalah:

1.        Input
a.         Biaya minimum
b.        Sumber daya minimum
c.         Potensi Obstacle minimum
2.        Output
a.         Jumlah produksi maksimum
b.        Waktu produksi tercepat
c.         Excess atau dampak minimum


Sedangakan factor-faktor yang dapat mengangkat maupun menghambat produktivitas antara lain sebagai berikut:

1.      SDM
a.       Tingkat Pendidikan
b.      Tingkat Keahlian dan Pengalaman
c.       Kemampuan dan Etos Kerja
d.      Kedisplinan Kerja
e.       Kerjasama dan Komunikasi

2.      Eksternal
a.       Upah
b.      Fasilitas dan Perhatian
c.       Pembagian Lokasi Kerja
d.      Reward & Punishment
e.       Pembelajaran dan Arahan 
f.       Alat Bantu Pekerjaan

3.      Leadership & Team Building

Meskipun beberapa factor tersebut cukup sepele namun dapat berdampak besar bagi progress di lapangan, sehingga sebagai pelaksana harus jeli menyikapi berbagai permasalahan terkait hal tersebut.